Perjalanan panjang pergolakan dan konflik di Aceh terjadi karena rakyatnya sangat berkeinginan untuk memperjuangkan negeri yang maju dalam segala bidang, berperadaban, berkeadilan, berprikemanusiaan, perdamaian berkelanjutan dan kebebasan yang Islami dan berkearifan lokal.
Maka lahirlah organisasi pergerakan sipil SIRA (Sentral Informasi Referendum Aceh) pada 4 Februari 1999 untuk memfasilitasi perjuangan tersebut secara damai selama bertahun-tahun. Selanjutnya sejak 15 Agustus 2005 telah dicapai kesepakatan perdamaian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sebagai para pemangku kepentingan terhadap Aceh dan saling menghargai setelah beberapa kali proses perdamaian sebelumnya sempat maju mundur. Sejak tahun 1999, baik secara langsung maupun tidak langsung, SIRA senantiasa mendorong lahirnya serta terlibat dalam proses perdamaian tersebut.
Kesepakatan perdamaian tersebut bukan hanya hasil kerja keras dari rakyat Aceh, termasuk SIRA, tetapi juga merupakan rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Betapa rakyatAceh mendapat ujian berat, terpaksa harus terlibat dalam sejumlah peperangan dankonflik hingga menjadi korban massal dalam peristiwa bencana gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004 lalu yang tidak pernah diduga sebelumnya.Sedangkan rakyat Aceh sangat berkeinginan untuk keluar dari krisis konflikberkepanjangan, menjadi lebih maju serta memenuhi kebutuhan-kebutuhanfundamental mereka.
Salah satu substansi kesepakatan perdamaian tersebut adalah rakyat Aceh diberikan kesempatan untuk membuat partai-partai politik lokal. Sedangkan kondisi hukum dan politiknya diciptakan sedemikian rupa untuk memungkinkan terwujudnya perjanjian damai tersebut. Adanya Memorandum of Understanding Helsinki yang ikutannya telah melahirkan Undang-Undang No. 11/2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Peraturan Pemerintah No. 20/2007 Tentang Partai Politik Lokal di Aceh dan Qanun-qanun Aceh, serta kebutuhan untuk memperjuangkan perdamaian berkelanjutan, demokrasi, keadilan dan kesejahteraanmerupakan basis politik dan hukum bagi dibentuknya Partai Politik Lokal SIRA.
Selanjutnya Partai Politik Lokal SIRA menyatakan diri menjadi kekuatan politik secara damai, demokratis dan terbuka dalam pembangunan perdamaian berkelanjutan, demokrasi, keadilan dan kesejateraan bagi rakyat Aceh serta sesuai dengan KonstitusiRepublik Indonesia, Undang-Undang No. 11/2006 Tentang Pemerintahan Aceh danperaturan-peraturan perundangan lainnya yang berlaku.